Dudaber.com

Jakarta - Permasalahan muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China kembali jadi sorotan dunia. Terutama, pasca-laporan jurnalisme investigatif yang dilakukan kantor berita Associated Press (AP). 

Laporan AP menyebut soal kamp-kamp penahanan yang didirikan pemerintah China untuk warga muslim Uighur. Di sisi lain, Beijing mengatakan, fasilitas tersebut adalah lembaga pelatihan vokasi atau kejuruan. 

Reaksi pun muncul dari parlemen Indonesia. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari meminta pemerintah RI mendesak pemerintah China mengizinkan tim pencari fakta independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat dan kejahatan kemanusiaan di Xinjiang.
"Kita mengecam sikap pemerintah China yang menerapkan kebijakan diskriminatif dan pelabelan negatif terhadap etnis Uighur," ujar Kharis, Selasa 18 Desember 2018.

Politikus PKS ini menyatakan, pihaknya ingin ada penelusuran fakta atas kabar soal pembatasan kelahiran etnis Uighur yang berlangsung sejak 2014. Demikian pula dengan kebijakan yang dibungkus agenda "memerangi terorisme".

Hal lain, lanjut Kharis, pihaknya ingin klarifikasi berita tentang adanya pelanggaran terhadap hak mendapatkan kesetaraan perlakuan sebagai warga negara bagi warga Uighur.

Menurut Abdul Kharis, yang komisi-nya bermitra dengan Kementrian Luar Negeri, Indonesia perlu melakukan upaya diplomatik terkait kebijakan yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa koreksi tersebut.

Sikap serupa disampaikan wakil ketua DPR Fadli Zon. Politikus Partai Gerindra ini menyatakan, meski diberikan status otonomi, penduduk muslim di Xinjiang justru mengalami perlakuan represif.
Dia mengatakan, lebih dari 10 juta muslim di Xinjiang mengalami perlakukan diskriminatif, baik diskriminasi agama, sosial, maupun ekonomi.

"Melihat kenyataan seperti ini seharusnya pemerintah Indonesia bersuara. Tidak diam seperti sekarang. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia punya tanggung jawab moral lebih atas nasib jutaan muslim Uighur," ujar Fadli Zon, Senin 17 Desember 2018.

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyatakan, seyogyanya pemerintah Indonesia bersuara atas nasib muslim Uighur.

Din Syamsuddin yang juga President of Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) juga mendesak Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan masyarakat internasional untuk menyelamatkan nasib muslim Uighur dan bersikap tegas terhadap rezim China untuk memberikan hak-hak sipil bagi mereka.